Dalam dunia Islam, Islam merupakan agama
yang sangat penting dalam kehidupan manusia pada setiap zamannya. Dengan
ajaran-ajarannya, Islam memenuhi kebutuhan manusia baik dalam hal spiritualitas
maupun kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Menjadi permasalahan yang
pelik, di masa modernitas dimana Barat menggemborkan-gemborkan paham-paham yang
berusaha memisahkan agama dari manusia. Inilah kemudian bagaimana Islam
harus menghadapi permasalahan ini agar tidak tergeser oleh paham-paham
modernitas. Salah satu yang mendukung yang cukup membantu adalah tentang
sekularisme. Sekularime merupakan paham atau pandangan yang berpendirian
bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada agama.
Untuk pertama kalinya, hubungan antara
agama dan pemerintahan dalam Islam terwujud pada masa kekuasaan Nabi
Saw. Kita lihat dimasa Nabi, bagaimana hukum-hukum Islam diterapkan dalam
masyarakat di masa beliau. dan berlanjut sampai periode khulafa
Al-Rasyidin . Setelah itu, para penguasa berusaha keras untuk
diri mereka sebagai penjaga agama dan syariat, setidaknya secara
lahiriah. Karena itu, dalam pemerintahan Islam terdahulu, tidak ada adanya
Sekularisme pada umumnya yaitu penyisihan agama dari politik dan tugas ulama
hanya pada ritual-ritual pribadi dan sosial.
Bisa dikatakan bahwa sekularisme dan
marginalisasi agama dilatarbelakangi hubungan dunia Islam dengan Kristen dan
Barat. Meniru sekularisme di Barat, sebagian kaum Muslim ada yang berupaya
memikul beban ini ke dalam Islam. Di pihak lain, rezim-rezim Barat sendiri
juga berusaha menumbuhkan sekularisme di dunia Islam. Dan kini,
negara-negara Barat terang-terangan menghendaki pembentukan pendirian sekuler
di negara-negara Muslim. sebagian yang lain dengan menganggap diri mereka
sebagai pakar ilmu agama berfatwa bahwa Islam terpisah dari politik.
sebagian cendekiawan muslim, baik dari
kalangan Arab maupun non-Arab, kerap mengidentifikasi diri dengan budaya
Sekularisme Barat hingga berusaha menyusupkannya ke dalam tubuh
Islam. Mereka kemudian memperlakukan Islam tak ubahnya Kristen, agama
personal yang tidak memlliki tata hukum sosial-politik dan keduniaan.
Dilihat dari pengaruh sekularisme terhadap
Islam, paham sekularisme tidak sesuai jika diterapkan dalam kehidupan
umat. Ajaran Islam berbeda dengan apa yang dianut oleh paham
sekularisme. Sebab, sebagian dari kaum Sekuler adalah:
1.
Agama hanya berkaitan dengan
masalah-masalah pribadi dan spiritualitas.
2.
Agama tidak ikut campur dalam berbagai
urusan sosial dan politik pemerintahan.
3.
Ada juga sebagian dari mereka yang
mengklaim jalan tengah,yaitu mengakui keberadaan pemerintahan Muslimin, bukan
pemerintahan Islam.
Tanggapan kritis terhadap pandangan dan
interpretasi para pendukung Sekularisme berinteraksi dengan
al-Qur'an. Asumsi ini dibangun atas dasar integrasi agama, terutama Islam,
dengan ajaran-ajaran sosial-politik. Islam mencakup seluruh aspek kehidupan
sosial, politik, ekonomi, dan hukum dalam Islam. Inilah yang menjadi bukti
adanya hubungan integral antara agama, politik, dan pemerintahan. Adapun
hipotesis alternatif dapat diamati tidak hanya satu, tetapi justru beragam.
Salah satu kesalahan utama dari kaum
sekuler adalah cara pandang mereka yang eksklusif (mengkhususkan) dalam
mengawasi tujuan kenabian. Mereka mengira bahwa filsafat kenabian adalah
menyampaikan risalah Tuhan atau dengan kata lain, menasihati
manusia. Padahal tujuan kenabian tidak hanya itu, tapi pengutusan Nabi
adalah keadilan sosial, kebebasan sosial dan pemerintahan
Dalam sistem politik, juga dalam ajaran
islam, terdapat banyak ayat yang berkaitan dengan pemerintahan, baik dalam
tingkat pembukaan maupun pada tingkat dasar dan konstitusi negara. Salah
satu masalah pokok pemerintahan, yakni konstitusi negara juga tidak luput dari
perhatian al-Qur'an, sebagaimana dalam ayat al-Qur'an:
1.
Al-Maidah ayat 48:
Dan Kami telah turunkan Al Quran dengan
kebenaran, kebenaran apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain; Maka
putuskanlah perkara mereka sesuai dengan apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami memberikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu akan
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap-Nya
persembahan, Maka berlomba-lombalah berbuat. hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya bahwa apa yang telah kamu
perselihkan itu.
1.
Ash-Shad: 26
Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan
kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di
antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan
hari perhitungan.
Seperti di masa pemerintahan Nabi Saw, di
mana beliau sebagai penanggung jawab dan pengawas pemerintahan, lalu menentukan
landasan konstitusinya. Konstitusional Landasan ini sesuai dengan apa yang
diturunkan Allah, harus dijadikan sebagai pedoman pemerintah, bukan dibangun
atas dasar pendapat atau suara dari kalangan tertentu. Permasalahan
disini, Islam yang seperti apakah yang dimaksud? Selama ini kebanyakan
orang menganggap bahwa negara yang menerapkan Negara Islam seperti kejam dan
sewenang-wenang alias ekstrim. Lalu bagaiamana Islam yang dianut dalam
masyarakat? Atau dengan kata lain, bagaimana menerapkan Islam pada
masyarakat pada wilayah heterogen?
Oleh karenanya kita harus melihat, Islam
ini islam yang seperti apa. Sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya,
Islam sebagai formal (bentuk, tata cara, syariah) atau substansi (inti, pokok,
hakikat)? Selama ini orang menganggap bahwa Islam identik dengan Syariah
yang memang syariah ini sebagai gerbang seseorang dapat dikatakan Muslim atau
sebagai cara untuk mewujudkan Islam sebagai prinsip tauhid dalam kehidupan
sehari-hari umat Islam. Prinsip-prinsip syariah tidak dapat diterapkan dan
diterapkan secara formal oleh negara sebagai hukum dan kebijakan
publik. Jika pemberlakuan syariah seperti itu diterapkan, maka hal itu
merupakan kehendak politik negara bukan atas nama hukum Islam. Jadi, hukum
yang diberlakukan itu atas nama konstitusi negara bukan atas nama hukum Islam
walaupun memang konstitusi negara itu mengambil dari hukum
Islam. Konstitusi inilah negara yang dapat diterapkan secara publik. Jika
masih mengatasnamakan hukum Islam, tentu hukum itu tidak dapat diterapkan
kepada non-Islam.
Dalam hubungan agama dan politik memliki
hubungan yang berkaitan. Agama dan politik membentuk suatu hubungan
himpunan, artinya orang yang beragama sudah pasti berpolitik, tapi orang yang
berpolitik belum tentu beragama. Dengan kata lain, politik adalah bagian
dari agama dengan rasionalisasi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
Islam mencakup seluruh aspek termasuk politik didalamnnya. Telah kita
ketahui bahwa Islam tidak hanya menyangkut akhirat tapi juga mengurusi
kehidupan dunia dan akhirat. Agama dan politik adalah dua hal yen berbeda
tapi tidak mungkin bertentangan.
Mensinkronkan antara agama dan politik memang membutuhkan masalah yang pelik. Sebagaimana yang kita tahu bahwa agama bersifat sakral, tidak berubah atau statis. Sedangkan politik bersifat berubah atau dinamis karena politik adalah hasil modernitas dan kesepakatan sosial. Oleh karena itu, mensinkronkan yang dinamis dan statis untuk dijangkau terlebi dahulu mengenai agama secara substansial dan formal. Selama ini orang menganggap babwa Islam hanyalah sekedar ritual-ritual sehingga tidak ada pengaruhnya dalam kehidupan. Dalam prinsip-prinsip syariah dalam Islam, memang tidak dapat diterapkan dan diterapkan secara formal oleh negara sebagai kebijakan publik. Jika pemberlakuan syariah seperti itu diterapkan, maka hal itu merupakan kehendak politik negara bukan atas nama hukum Islam. Jadi, hukum yang diberlakukan itu atas nama negara bukan atas nama hukum Islam walaupun memang konstitusi negara itu mengambil dari hukum Islam. Oleh karena itu, suatu negara harus dipahami secara substansi yakni sebagai nilai-nilai, nilai-nilai yang mendasari landasan untuk diterapkan dalam perjalanan sistem politik pada suatu sehingga agama memiliki pengaruh yang penting dan tidak dapat diterapkan dalam bernegara.