FaktaBersuara, Jakarta - Kultum malam lailatul qadar bisa menjadi referensi untuk disampaikan khatib menjelang salat Tarawih maupun kultum usai salat Subuh. Mengingat, saat ini umat Islam tengah memasuki 10 hari terakhir Ramadan yang di dalamnya terdapat malam lailatul qadar.
Rasulullah SAW bersabda,
تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
Artinya: "Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim)
Para ulama menganjurkan untuk mencari malam lailatul qadar dengan berbagai amal ibadah. Berikut contoh kultum lailatul qadar yang berisi sejumlah amaliah untuk menggapai malam kemuliaan tersebut sebagaimana dinukil dari buku Kumpulan Kultum Terlengkap dan Terbaik yang disusun oleh A.R Shohibul Ulum.
Kultum Lailatul Qadar
Jamaah yang dirahmati Allah,
Tidak terasa Ramadan sudah memasuki sepertiga akhir. Artinya, Ramadan sudah memasuki dua puluh hari pertamanya. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan likuran. Maka di sepertiga akhir Ramadan, pada malam harinya tampak pemandangan umat berbondong melakukan iktikaf di masjid, guna mendapatkan lailatul qadar, yaitu malam seribu bulan. Berlombalah setiap muslim untuk mendapatkannya. Dan malam-malam ganjil menjadi prioritas para muslim melakukan iktikaf.
Suasana malam hari, tepatnya menjelang dini hari sampai fajar, menjadi semarak di hampir setiap masjid. Suasana ini beda dengan hari-hari dua pertiga Ramadan, apalagi dengan hari-hari di luar Ramadan. "Malam kemuliaan (lailatul qadar) itu lebih baik dari seribu bulan." (QS Al Qadr: 3)
Dalam surah ini Allah menurunkan Al-Qur'an pada malam al-Qadar. Sebuah malam yang sangat berkah dan lebih baik dari seribu bulan, yang jika kita hitung maka nilainya sama dengan sekitar 83 tahun lebih 4 bulan. Sesungguhnya seseorang yang beribadah pada malam itu, maka sama baginya dengan beribadah selama 83 tahun 4 bulan lamanya pada malam atau hari-hari biasa.
Sebuah keutamaan yang sangat luar biasa, yang Allah anugerahkan kepada umat Muhammad yang berumur relatif pendek dibanding umat terdahulu. Bagi kita, kaum muslimin, mencari dan 'memburu' malam al-Qadar tersebut adalah sesuatu yang disunnahkan oleh Rasulullah.
Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW, yang beliau sendiri sangat giat mencari malam tersebut dengan semakin banyak beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, meramaikan malam, membangunkan keluarga dan mempererat sarungnya (tidak mendekati istri-istri beliau, untuk banyak beribadah).
Jamaah yang dirahmati Allah
Anjuran-anjuran beliau untuk mengisi malam al-Qadar tersebut dengan banyak ibadah terlihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang beribadah pada malam al-Qadar karena iman dan mengharapkan keridhaan Allah, diampunilah dosa-dosanya yang terdahulu."
Secara ringkas, dapat disimpulkan beberapa amaliah menjaring dan 'memburu' malam lailatul qadar, malam seribu bulan adalah sebagai berikut:
Pertama,
Menghidupkan malam lailatul qadar adalah bukti keimanan seseorang. Dari Abu Hurairah, bersabda Nabi SAW, "Barang siapa menghidupkan malam lailatul qadar dengan iman dan mengharap ridha Allah, maka diampuni dosanya yang terdahulu." (HR Bukhari no.34)
Kedua,
Menggapai lailatul qadar hendaklah dalam keadaan berpuasa. Dari Abu Hurairah Nabi SAW bersabda, "Barang siapa menghidupkan malam lailatul qadar dengan iman dan mengharap ridha Allah, maka diampuni dosanya yang terdahulu, dan barang siapa berpuasa Ramadan dalam iman dan mengharap ridha Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu." (HR Bukhari no. 1768)
Kemudian, bagaimana wanita haid menghidupkan malam lailatul qadar? Dalam Lathaif al-Ma'arif halaman 341, disebutkan Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada adh-Dhahak, "Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haid, musafir, dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?"
Adh-Dhahak pun menjawab, "Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut."
Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haid, nifas, serta musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun, karena wanita haid dan nifas tidak boleh melaksanakan salat ketika kondisi seperti itu, dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya, di antaranya membaca Al-Qur'an tanpa menyentuh mushaf, berzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (Laa Ilaha Illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan zikir lainnya, memperbanyak istighfar, serta memperbanyak doa dan amalan lain yang disyariatkan.
Jamaah hafizhakumullah
Ketiga,
Mencari lailatul qadar itu pada 10 malam yang terakhir. Dari Aisyah berkata, "Adalah Nabi SAW biasa mencari lailatul qadar pada 10 malam yang terakhir." (HR Bukhari no. 1880)
Keempat,
Mencari lailatul qadar itu pada 10 terakhir tersebut terutama pada malam-malam witir-nya (ganjilnya). Dari Aisyah, "Adalah Nabi SAW mencari lailatul qadar pada malam-malam witir di 10 hari terakhir." (HR Bukhari no.1878)
Kelima,
Hadits paling seringnya tentang lailatul qadar adalah tanggal 27, tetapi juga tanggal 23-nya. Dari Abdullah bin Unais, Nabi SAW bersabda, "Aku melihat lailatul qadar lalu aku dibuat lupa waktunya, dan ditampakkan padaku saat Subuhnya aku sujud di tanah yang basah, lalu kata Abdullah: Maka turun hujan atas kami pada malam 23, maka Nabi SAW salat Subuh bersama kami, lalu beliau pulang dan tampak bekas air dan tanah di dahi dan hidung beliau SAW, lalu dikatakan: Maka Abdullah bin Unais berkata tanggal 23 itulah lailatul qadar." (HR Muslim no. 1997)
Keenam,
Lailatul qadar itu bisa didapati dalam keadaan jaga maupun juga dalam kondisi tidur dalam bentuk mimpi yang benar. Dari Ibnu Umar, "Ada beberapa orang laki-laki sahabat Nabi SAW yang bermimpi melihat lailatul qadar pada 7 malam terakhir, maka sabda Nabi SAW: Aku juga melihat apa yang kalian mimpikan itu jatuhnya pada 7 malam terakhir, maka barang siapa yang ingin mencarinya, maka carilah pada 7 malam terakhir tersebut." (HR Bukhari no. 1876)
Ketujuh,
Lailatul qadar itu tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak ada angin, tidak hujan. "Pada malam lailatulq adar itu tidak panas dan tidak dingin, tidak berawan dan tidak hujan dan tidak berangin, tidak juga terang dengan bintang-bintang, tanda di pagi harinya adalah matahari terbit bercahaya lembut." (HR as-Suyuthi dalam Jami'Shaghir)
Jamaah yang dirahmati Allah
Kedelapan,
Tapi kadang-kadang lailatul qadar itu disertai juga dengan hujan. Dari Abu Said al-Khudri, bersabda Nabi SAW, ",,, Aku melihat lailatul qadar lalu aku dibuat lupa kapan waktunya, maka barang siapa yang ingin mencarinya, carilah pada 10 hari terakhir pada malam-malam witirnya dan aku melihat diriku pada malam tersebut sujud di atas tanah yang basah... Maka kami kembali dan kami tidak melihat ada awan di langit, tiba-tiba ada awan dan turun hujan sampai airnya menembus sela-sela atap masjid yang terbuat dari pelepah kurma, maka aku melihat Nabi SAW sujud di atas tanah yang basah, sampai kulihat bekas tanah yang basah itu di dahi beliau." (HR Bukhari no.1895)
Kesembilan,
Pagi hari setelah lailatul qadar cahaya matahari putih, tapi tidak silau. Berkata Ubay bin Ka'ab, "Demi Allah yang Tiada Tuhan, kecuali Dia, sungguh malam tersebut ada pada bulan Ramadan, aku berani bersumpah tentang itu dan demi Allah aku tahu kapan malam itu, yaitu malam yang kita diperintahkan Nabi SAW untuk menghidupkannya, yaitu malam 27 dan tanda-tandanya adalah matahari bersinar di pagi harinya dengan cahaya putih, tapi tidak menyilaukan." (HR Muslim no. 1272)
Kesepuluh,
Lailatul qadar hanya bermanfaat bagi orang yang iman dan mengharap ridha Allah. Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW bersabda, "Barang siapa yang bangun saat lailatul qadar lalu pas melihatnya, lalu sabda Nabi SAW: Dan orang tersebut beriman dan mengharap ridha Allah maka diampuni dosanya yang telah lalu." (HR Muslim no.1269)
Yang terakhir, kesebelas,
Saat lailatul qadar malaikat yang turun ke bumi lebih banyak dari kerikil. Bersabda Nabi SAW, "Lailatul qadar itu pada malam 27 atau 29, sungguh malaikat yang turun pada saat itu ke bumi lebih banyak dari jumlah batu kerikil." (HR Thayalisi dalam Musnad-nya no. 2545; juga Ahmad; dan Ibnu Khuzaimah)
Jamaah yang dicintai Allah
Lalu, apa yang mesti kita ucapkan jika lailatul qadar 'menghampiri' kita? Aisyah pernah menanyakan hal itu pada Rasulullah, jika menemui lailatul qadar apa yang mesti dilakukan? Rasulullah SAW menjawab, "Bacalah Allahumma inna-Ka 'afuwwun tuhibbul-'afwa fa'fu anni (Wahai Allah, Engkau Maha Pemaaf, Menyenangi maaf. Maka, maafkanlah aku)." (HR At-Tirmidzi dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya)
Allah sengaja tidak memberi tahu (merahasiakannya) pada malam ke berapa lailatul qadar itu, semata agar kita bersungguh-sungguh 'menemukannya'. Oleh karena itu, umat-Nya yang beriman, berlomba 'menemukan' lailatul qadar dengan kesungguhan. Rasulullah menekankan agar umatnya bribadah pada malam ini didasari dengan iman dan ihtisab. Lailatul qadar adalah momentum paling berharga yang dianugerahkan Allah, merugilah mereka yang mengabaikannya.
Tentu, lailatul qadar tidak datang dengan sendirinya, namun mesti 'diburu'. Semoga Allah berkenan menjadikan kita termasuk ke dalam orang-orang yang dapat memanfaatkan Ramadan dengan sebaik-baiknya, menjadikan kita termasuk ke dalam kelompok yang mendapatkan lailatul qadar tersebut, dan menjadikan kita termasuk golongan yang berhasil menyelesaikan Ramadan ini dengan sebaik-baiknya, sehingga keluar daripadanya sebagai seorang yang bertakwa serta dapat mempertahankannya selama-lamanya.
Sumber:Detik.com